Spiga

Persiapan di Bulan Ramadhan

DUUUMMMM!!!! Petasan meledak di sekitar jalan. Orang yang lalu lalang kaget. Kembang api dibakar malam hari, menyisakan kilatan cahaya benderang. Anak-anak ramai bersorak dengan gembiranya. Ahh.. dunia anak memang mempunyai cara sendiri untuk menyambut Ramadhan. Kalau kita-kita yang sudah dewasa. (hmmm atau masih ada yang ngaku anak-anak gak boleh baca lho), masak harus menyambut Ramadhan dengan cara seperti mereka.
Memang menyambut Ramadhan dengan gembira saja sudah berpahala. Tapi apakah melampiaskan persiapan Ramadhan seperti anak-anak tersebut? Yang sebenarnya masih banyak cara untuk menyambut Ramadhan dengan cara yang santun, lebih baik, bernilai ibadah dan tidak menghambur-hamburkan uang.
Sekarang Ramadhan tinggal sebentar lagi. Tidak lebih dari hitungan jari tangan. Sudahkah kita mempersiapkan diri? Padahal Rasulullah SAW sebagai orang yang paling dekat dengan Allah SWT sekalipun, telah mempersiapkan Ramadhan jauh-jauh hari. Nah, bagi kita-kita apa saja yang perlu dipersiapkan menjelang bulan Ramadhan?

1. Persiapan Maknawi
Rasulullah tiga bulan menjelang Ramadhan telah mempersiapkan ruh diri dan ummatnya dengan berdo’a kepada Allah SWT: “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami di bulan Ramadhan”. Berarti do’a tersebut dilantunkan oleh Rasulullah tiga bulan menjelang Ramadhan. Rasulullah SAW adalah kekasih Allah. Sedangkan kita-kita ini siapa? Untuk itu paling tidak mempersiapkannya enam bulan menjelang Ramadhan.
Selain berdo’a amalan lain yang juga dipersiapkan, seperti sholat malam, baca Qur’an, sholat-sholat nawafil, dzikir dan do’a.

2. Persiapan Ilmu
Menjelang Ramadhan, sebaiknya mengingat kembali tentang fikh Ramadhan. Apa yang wajib dilaksanakan, yang membatalkan dan keutamaan-keutamaan lain yang dilaksanakan di bulan Ramadhan. Apa yang telah kita lakukan untuk Ramadhan tahun lalu dan apa yang akan kita lakukan untuk Ramadhan sekarang? Selain ilmu tersebut, karena Ramadhan merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan produktivitas, termasuk produktivitas ilmiah dalam hal ini, tidak berlebihan jika kita lihat ulama terdahulu pada saat bulan Ramadhan berhasil menulis buku atau mengkaji dan mengambil keputusan beberapa hal dalam kehidupan ini. Sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas dan kemanusiaan.

3. Persiapan Fisik/Jasmani
Tidak kalah penting, persiapan fisik perlu untuk menghadapi Ramadhan. Jangan sampai pada saat Ramadhan yang penuh berkah dan beribu kelipatan pahala bagi yang melaluinya, ternyata harus ditempuh di atas pembaringan dan dengan mengambil keringanan (rukhsah) karena sakit. Rugi kan? Untuk itu siap-siaplah dengan persiapan fisik yang cukup dengan olah raga yang teratur, makanan yang halal dan thayyib, serta menjauhi perbuatan yang merusak fisik, seperti: bergadang sampai larut, merokok, dan lainnya. (apalagi ngenet sampai pagi. Hmm…) Juga tidak mendatangi daerah yang terkena wabah.

4. Persiapan Keuangan
Memang tidak ada aktivitas tanpa fulus atau mengorbankan kesempatan yang bernilai fulus. Apalagi di masa sekarang ini. Semuanya dinilai dengan uang. Tapi paling tidak dengan persiapan keuangan ini kita menjalani Ramadhan ini dengan hati tenang, tanpa diributkan dengan memikirkan kebutuhan yang begitu berlipat ganda dan kenaikan harga yang tidak terkendali.
Apalagi kalau kita menelisik kehidupan Rasulullah, sedekah dan infaq beliau pada bulan Ramadhan.. Kalau hari-hari biasa, diungkapkan dengan tangan kanan tidak mengetahui apa yang diberikan tangan kiri, pada bukan Ramadhan ini diungkapkan seperti ini berhembusnya angin topan. Hitung saja berapa knot kecepatannya. Berarti ini kan memerlukan uang yang lebih dari biasanya, dan ini memerlukan persiapan jauh hari sebelum datangnya Ramadhan. Sudah siap kan?

5. Persiapan Lingkungan
Kalau kita ingin berbuat baik, tidak ingin hanya berada dalam kebaikan sendirian. Bisa jadi kita akan ikut terwarnai oleh suasana lingkungan sekitar kita. Nah, kalau orang lain ikut mendukung kebaikan, berarti ada orang lain yang ikut mengontrol diri kita dan mengkondisikan diri kita menjadi lebih baik dari apa yang sebenarnya kemampuan diri kita. Begitu juga sebaliknya.

Menyinggung kebiasaan diri dan lingkungan kita seperti pendahuluan tulisan ini, kita bisa menggali kebiasaan masayarakat dahulu yang sudah menjadi tradisi dan bernilai kebaikan. Seperti; menjelang Ramadhan saling mengingatkan sanak saudara dan kerabat dengan mengirimkan makanan dengan tidak lupa memberikan ucapan selamat menyambut Ramadhan, membersihkan rumah dan lingkungan dengan mengecat rumah serta memberi hiasan, membuat lampu hias atau obor di gang-gang dan jalan, memasang umbul-umbul, spanduk (ini kalau sekarang ya), saling berkunjung dan minta maaf sebelum masuk Ramadhan agar saat memasuki Ramadhan hati kita khusuk dan bersih kembali tanpa beban kesalahan diri kita dengan saudara-saudara kita, dan lain kebiasaan serta adat yang melingkupinya yang masih dibenarkan syariat. (apalagi kalah dengan persiapan tujuh belasan)
Ramadhan memang penuh makna. Penuh fenomena. Dan banyak sebutan yang melekat pada diri Ramadhan, karena keberkahan dan nilainya. Bulan penuh berkah, bulan turunnya al-Qur’an, bulan lebih baik dari seribu bulan, bulan pembebasan, bulan pendidikan…. Dan lain gelaran yang mengikutinya.
Menghadapi Ramadhan inilah justru yang perlu kita persiapkan dengan matang. Bukan pada saat selesai Ramadhan diisi dengan persiapan yang penuh kemegahan dan hura-hura yang membawa hal-hal tabdzir dan kemudian mengabaikan hari-hari akhir yang bernilai. Dan Ramadhan dilalui dengan hanya mendapatkan lapar dan dahaga.

Segalanya Menjadi Mudah

Sahabat, kalian pernah mengalami kesulitan ketika harus mengerjakan sesuatu? Belum lagi ditambah dengan banyaknya tugas dan menghadapi orang lain untuk menjelaskan atau mempresentasikan tugas tersebut? Tekanan itulah yang membuat kita sering menjadi stres dan bingung harus memulai dari mana.

Merunut dari permasalahan itu, rasanya kepraktisan akan membuat segalanya menjadi mudah, sedangkan kemudahan membuat orang menjadi senang untuk mengerjakannya. Sehingga kita tidak mudah untuk putus asa dalam menghadapi kesulitan, karena Allah SWT menjadikan sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.

Lihatlah di Al-Qur’an surah Al-Insyiroh Ayat 5-7: “karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain.”

Ada beberapa tips untuk menjadikan segalanya mudah antara lain:

1. Mengemas tugas sedemikian rupa, mengikuti kaidah SMART
S : Spesific, artinya terfokus pada satu titik apa yang kita kerjakan
M : Measurable, artinya terukur, baik kemampuan maupun alat bantunya
A : Achievable, artinya bisa tercapai
R : Realistic, artinya masuk akal
T : Time bound, artinya memiliki target waktu.

2. Tidak bersikap kaku/jangan terlalu formal/rileks
Pernah nggak ngalamin beberapa hal ini, seperti harus berhadapan guru atau dosen yang menurut sebagian besar orang disebut ‘killer’, bos galak, atau nyonya rumah yang feodal? Kalau belum terbiasa, akan mendadak lemes (mengalami penurunan kondisi fisik), lutut gemetaran, jantung berdebar atau pun mules. So apa yang mau diungkapkan mendadak hilang atau ngomong jadi belepotan.
Untuk itu, ucapkan Bismillah, lantunkan doa dan tetapkan hati, kemudian buat suasana rileks dan menempatkan suasana hati kita di hadapan rekanan kita dengan baik serta pandai-pandailah mengambil hatinya, agar tugas berjalan dengan sukses.

3. Bersikap proaktif
Jangan hanya menunggu kabar berita yang datang menghampiri, tapi cobalah untuk mencari perkembangan berita. Siapa tahu rekanan kalian itu sedang sibuk atau lupa, sehingga tidak memberi informasi. Singkatnya informasi tidak berjalan searah. Untuk itu harus dijemput.

4. Bagaikan mengasah pisau tajam
Semakin sering seseorang berhadapan dengan masalah, maka semakin terlatihlah ia. Seberat apapun masalahnya, karena sudah rutin dan sering dijumpai, maka menjadi hal yang biasa baginya.

5. Ciptakan unsur rekreasi
Jika kalian pergi ke sebuah tempat untuk menunaikan tugas, sertakan niat silaturrahim atau sekedar refreshing. Atau kalau melaksanakan tugas yang berat, anggaplah itu hanya tes mental untuk menguji kemampuan kita saja. Karena jika akhirnya tugas tidak terlaksana, maka tidak akan merasakan kekecewaan yang mendalam.

Setelah kita sudah berusaha sebaik-baiknya, setelah itu tawakal, hasilnya sepenuhnya kita serahkan kepada Allah SWT.

Semoga dengan tips ini, kita tidak mudah putus asa dan bisa menjalankan tugas dengan baik untuk mengumpulkan kepingan-kepingan kecil kesuksesan. Untuk mencapai susunan terakhir puzzle kesuksesan di dunia dan di akhirat.