Spiga

Membangun Kedekatan Dengan Anak

Salah satu adik saya telah berumur dua puluh tahun lebih. Sampai sekarang ia jarang berada di rumah, sering bepergian atau bekerja ke luar daerah. Apalagi ketemu dengan orang tua, ia enggan. Padahal ia punya kesempatan untuk berdekatan dengan kedua orang tua. Kalau ditanya mengapa? Jawabanya: malas dan takut dimarahi ayah.

Sangat berbeda dengan saya, walaupun lebih dari separuh umur saya -yang tiga puluhan- jauh dari rumah, rasanya ingin sekali untuk sering-sering pulang. Apalagi bisa bercengkerama dengan kedua orang tua. Bahkan kalau di rumah bisa ngobrol semalaman atau tidur berdua dengan ayah atau ibu bergantian. Apa yang membedakan antara saya dengan adik saya yang satu ini?

Sekian lama saya kilas balik ke belakang, saya ingat-ingat tentang kehidupan dia dan saya cari-cari hal yang menyebabkannya, selama itu pula saya belum mendapatkan jawaban. Baru sekarang saya tersadar setelah saya punya anak dan berkaca pada anak saya. Anak saya baru berumur dua tahunan. Karena kami berdua-saya dan isteri- bekerja, anak saya titipkan kepada kakek-neneknya. Biasanya hari-hari berlalu begitu saja. Antarkan anak di pagi hari dan menjemputnya sore hari sepulang bekerja. Tak terasa telah terjalin kedekatan yang lebih antara anak saya dengan kakeknya dibanding dengan saya, ayahnya. Sampai di sini saya masih merasa biasa-biasa saja. Karena memang dia dan kakeknya lebih banyak waktunya berdekatan dibanding dengan saya.

Entah kenapa, setelah kami berdua datang dari bekerja, anak saya ini selalu minta perhatian. Setiap saya akan ke luar rumah atau pergi ke mana, anak saya ingin diajak serta. Bahkan kalau dua hari tidak juga diajak jalan-jalan bersama dan bercengkerama, mesti dia mengajak entah ibunya atau saya-bapaknya, jalan keluar. Yang pasti di jalan ngajak cerita macam-macam hal yang ditemuinya. Cerita tentang mobil di jalan, lampu jalan, bulan, bintang, atau apa saja, hanya sekedar tertawa bersama bahkan bisa lari kejar-kejaran, karena saya khawatir pada saat jalan dia lari ke tengah, sehingga saya harus menjaganya agar tetap jalan di pinggir, dan seterusnya hingga dia capek dan minta pulang atau saya yang capek dan ngajak pulang.

Sampai suatu saat saya harus ke luar kota selama sepekan. Otomatis anak saya lebih banyak lagi dititipkan ke rumah kakeknya jika ibunya ada kepentingan keluar rumah atau jika tidak ada yang momong dan sebagainya. Sepulang dari luar kota anak saya ini saya ajak pulang tidak mau. Ayo pulang sama abi? dijawab, “Tidak”. Tidak tahu saya kok menanyakan, siapa bapakmu? Ia jawab dengan spontan, Mbah Kung. Karena anak saya memanggil saya ‘abi’ dan memanggil kakeknya ‘mbah kakung’. Sampai di sini saya pun belum sadar. Dan kejadian yang lucu itu terulang, ketika anak saya ditanya orang, “Siapa bapakmu?” Jawabnya, “Mbah Kung” Saya baru sadar, kenapa? Karena istri saya beserta kakak dan adiknya memanggil kakeknya anak saya itu dengan sebutan, ‘bapak’. Rupanya yang banyak terekam dalam benak anak saya adalah Mbah Kakungnya.

Akhirnya saya harus memberi perhatian dan membangun kedekatan kembali dengan ekstra, atas ‘kelalaian’ saya selama ini. Juga membayarnya dengan jadwal dan perhatian yang lebih dari biasanya, seperti: mengkhususkan waktu untuk jalan bersama dengan keluarga, menjemputnya tepat waktu, mengajak keliling-keliling ketika ingin belanja atau ke tempat saudara, dan sebagainya.

Kembali kepada adik saya, sewaktu lahir hingga umur lima tahun adik saya yang satu ini ditinggalkan oleh ayah bekerja ke luar daerah. Demikian sesampainya ayah di rumah, tetap memperlakukan hal yang sama kepada seluruh anak-anaknya. Tak terkecuali adik saya ini. Maklum keluarga saya adalah keluarga besar. Sehingga selama itu pula jarak kedekatan itu masih terbuka menganga. Belum ada tanda-tanda untuk direkatkan. Sedangkan saya selalu ditunggui ayah dan ibu. Bahkan dibandingkan jarak kelahiran saya dengan adik saya langsung, saya paling jauh jaraknya dan jarak kelahiran antara saya dan kakak-kakak yang lain, saya paling dekat jaraknya. Sehingga saya bisa menikmati kasih sayang yang lebih dibandingkan adik-adik atau kakak-kakak saya.

Ayah saya tidak menyadari kalau adik yang satu ini belum ada jalinan kasih sayang yang lebih dengan ayah sebelumnya. Bahkan sama pun belum jika dibanding dengan kakk-kakak atau adik-adiknya yang lain. Dan sekarang diperlakukan sama rata dengan kakak-kakaknya, termasuk dalam hal perintah dan hukuman Sehingga sampai umur beranjak remaja pun, yang terngiang dibenaknya bahwa ayah itu seorang yang suka menyuruh, suka membatasi apa yang menjadi keinginannya, bahkan menghukumnya jika ia berbuat salah. Ruang-ruang kedekatan dan kasih sayang itu tidak berbekas dalam benaknya. Apalagi usia-usia beranjak remaja ini adalah masa-masa yang rawan dan masa usia yang mulai untuk mencari identitas siapa dirinya dan mulai belajar mandiri, melepaskan ketergantungan dengan orang yang ada di sekitarnya.

Wajar jika orang bijak mengatakan, “Bangunlah kedekatan dengan anak hingga umur sekolah menengah, jika seumur itu belum terjadi kedekatan dengan anak kita, maka kita akan kesulitan untuk membangun kembali kedekatan itu. Bahkan perlu usaha ekstra keras untuk membangun kedekatan dengan anak jika diumur itu belum terjalin.”

Rasulullah pun mencium anak-anak dan mengajak bermain dengan anak-anak dan cucu-cucunya sewaktu kecil. Ini adalah pondasi bangunan kedekatan dan kasih sayang, antara anak dengan bapak atau kakek dengan cucu. Sehingga di lain kesempatan jalinan kedekatan itu masih tertoreh indah dan tetap terjaga hingga akhir hayat. Dan jika ada permasalahan antara keduanya atau dengan yang lainnya di suatu hari, maka dengan intervensi kedekatan dan kasih sayang ini segala permasalahan akan mudah dipecahkan.

Rasulullah pun memberikan perhatiannya yang lebih kepada anak yatim, yang tidak bisa menikmati kehadiran ayahnya di hari raya dan Rasulullah menanyakan mengapa ia bersedih di hari raya ini? Rasulullah mengajak pulang ke rumah, menggantikan pakaian dan memberikan makan, dan menyampaikan kepada sang anak yatim bahwa Rasulullah siap menjadi pengganti ayahnya, dengan mengatakan, “Apakah engkau mau saya menjadi pengganti ayahmu dan Fatimah sebagai ibumumu? Hasan dan Husein sebagai kakak dan adikmu?” Sehingga muka si anak menjadi ceria dan bermain bersama dengan keluarga Rasulullah di hari raya. Ini adalah jaminan kedekatan dan kasih sayang Rasul kepada anak yatim yang papa di hari raya.

Setelah mengaca pada kehidupan saya dengan adik saya, ada dua ganjalan yang masih menjadi pertanyaan saya. Apakah saya bisa memberikan perhatian yang sama seperti perhatian ayah saya kepada anak saya? Dan apakah saya bisa memberikan perhatian kedekatan yang sama antara anak saya sekarang dengan anak-anak saya yang lain nantinya? Wallahu’alam.

Pendidikan Berlandaskan Ekonomi

Akhir-akhir ini berkembang pemikiran ekonomi yang berlandaskan pendidikan (Economic Based Education). Kalau kita berpikir terbalik, berarti target akhir pencapaian pendidikan adalah pertumbuhan ekonomi. Dari system pendidikan ini, berarti seluruh instrument dan parameter yang mendukungnya adalah standar ekonomi.

Di Indonesia pertumbuhan ekonomi menjadi target pencapaian pendidikan ini juga berlaku. Bahkan telah mengakar ke berbagai aspek di dunia pendidikan. Meminjam istilah birokrat, bahasa yang paling mudah dimengerti adalah bahasa anggaran. Sehingga semakin besar dana proyek pendidikan, diharapkan makin besar juga hasil yang diperoleh dari pendidikan. Makanya jangan heran pendidikan menjadi ajang proyek bisnis yang menggiurkan dan harga seseorang diukur dari nilai ekonominya.

Menengok kebelakang, pada zaman Adam Smith yang lebih menekankan ekonomi industri, berarti hasil akhir pendidikan adalah untuk memenuhi kebutuhan industri. Sehingga sekian sekolah didirikan untuk memenuhi kebutuhan industri ini, Hingga industri-industri besar mendirikan sekolah untuk mendukung langgengnya mesin industri ini.

Jadilah ide industrialisasi pendidikan. Pemikiran industrialisasi pendidikan ini merambah ke konsep dasar pendidikan, sehingga proses pendidikan dianggap sama seperti proses industrialisasi. Akhirnya dibuatlah lembaga pendidikan yang inputnya beragam, melalui proses yang disebut ‘sekolah’, akan menghasilkan output yang seragam dalam jumlah yang mencengangkan. Bisa dilihat akhirnya, setiap tahun muncul hasil lulusan baru yang seragam, namun tidak terserap oleh kebutuhan lapangan kerja akhirnya, sekian juta orang jadi pengangguran.

Yang terakhir, berkembang pemikiran Robert T. Kiyosaki, Sekolah-sekolah diharapkan bisa memenuhi setiap kuadran. Ada yang siap jadi pekerja, jadi professional, jadi pengusaha dan ada yang jadi investor. Walaupun ide ini belum diterapkan di sekolah, tapi efek samping dari teori ini, sudah muncul orang-orang yang bergerak di passive income. Tidak mau bekerja keras, mengharapkan hasil berlipat ganda. Mungkinkah?

Kita memang tidak berharap hanya apa yang terjadi sekarang ini saja. Indonesia yang sebagian besar penduduknya Muslim, memiliki Human Development Index yang jauh di bawah, dengan andalan ekspor TKW sebagai pembantu rumah tangga. Tidakkah bisa mengejar Malaysia atau negara tetangga lainnya, dengan HDI menengah dan mampu mengekspor tenaga kerja ahlinya?

Lebih jauh lagi, kalau kita bandingkan dengan tujuan pendidikan Islam yang utama adalah mengajak manusia dari kegelapan jahiliyah kepada terang benderangnya Islam, dengan menjadi hamba yang mampu beribadah dan mengabdi kepadaNya serta mampu menjadi khalifah di muka bumi ini. Bukan hanya sekedar mencari sesuap nasi dan mengabdi kepada materi.

Tetapi pendidikan Islam ialah pendidikan yang menghasilkan manusia sejati yang hanya mengabdi kepada Illahi Robbi dan tidak takut kepada materi. Apalagi hanya tantangan yang bertubi-tubi.
Tags: pendidikan, islam, ekonomi

Liburan (Tinggal) Sebentar Lagi

Liburan tinggal sebentar lagi. Kalau tidak saling mengingatkan, bubuhan gaul bisa terlena dengan kegiatannya masing-masing. Keenakan nyantai, jalan-jalan, kerja or kursus. Padahal jadwal masuk tinggal sepekan. Biar tidak kaget bila saat masuk sekolah tiba, perlu siap-siap nanti jika waktu masuk telah tiba.

1. Ingatkan dalam diri bahwa waktu liburan tinggal sebentar lagi dan siap-siap back to school
2. Siapkan laporan untuk teman-teman se-gank, buat cerita yang mengasyikan seperti cerita seribu satu malam. Kalau perlu buat tulisan bersambung dan diterbitkan di mading atau majalah sekolah.
3. Baju seragam yang robek dijahit, yang masih kotor dan lusuh dicuci dan setrika and yang sudah kadaluwarsa perlu beli lagi.
4. Alat tulis: pensil dan buku disortir, yang masih sisa dipakai dan yang udah abis ... ya cari lagi.
5. Cari informasi diktat dan buku penuntun yang akan dipakai setelah masuk, sapa tahu bisa cari second, he..he.. murah lagi! Plus ada bonus kerjaan pendahulu.
6. Buka-buka kembali pelajaran yang lalu, untuk memanasi otak dan mengingatkan kembali. Jangan sampai saat pertama kali masuk masih bengong.
7. Atur jadwal sebagai mana saat masuk sekolah terdahulu. Kesibukan yang lain mulai dikurangi. Apalagi yang masih santai, siap-siap tuh panasin mesin.
8. Selesaikan pekerjaan yang direncanakan untuk liburan agar tidak tersisa setelah masuk nanti. Finishing touch gitcu kata orang kulon.
9. Nah, kalo liburan tinggal satu ato dua hari, tinggalin gih kegiatan lain. Siapkan barang-barang ke sekolahan n juga siapin fisik biar besok pagi berangkat ke sekolah dengan ceria tanpa kedodoran. Olahraga gitcu, jangan molor terus.
10. Yang terakhir nih, siap mental men! Sapa tahu pagi-pagi ada kejadian luar biasa dan kejutan mendadak. yang pasti ada perubahan di sana-sini. Gacoan baru, murid baru, guru baru, kelas baru n serba baru yang lain. Jangan lupa ada juga teman kita yang dulu kadang juga ada yang pergi. Jangan-jangan kitanya juga yang ngacir dari sekolah. Khan bisa all in new. Yess!

“Sepuluh tips, cukup kan? kalo kurang tambah sepuluh soal lagi”, itu cuap-cuap guru di depan kelas. Ya sudah sampai di sini aja. Yang penting sampai di kelas nanti gak semaput mendadak, karena ada sesuatu yang berbeda sebelumnya or kita gak siap menghadapi serbuan keadaan. Bye-bye.......Selamat Tinggal Liburan Yang Mengasyikan?

Liburan Bukan Waktu Untuk Dihabis-Habiskan

Rasanya memang asyik menyambut liburan panjang. Apalagi menikmatinya. Sedaaap… kaya es krim. Bubuhan gaul bisa pusing tujuh keliling untuk menghabiskan waktu liburan ini. Sebulan men! Untuk apa ya? Kita kan biasanya sekolah. Paling-paling libur hanya sehari. Itu cukup untuk bayar utang begadang semalaman. Lha ini sebulan!

Mau guring (or ngorok) terus, paling bertahan sepekan. Berikutnya udah bosen. Jalan-jalan sepekan, berikutnya.... keliling. Ke rumah nenek, ke rumah kakek, ke rumah tante, ke rumah om, ke rumah teman, ke rumah sodara-sodara... ke rumah cucu kali ya. Itu pun hanya sepekan. Dua pekan lagi ngapain? Bisa mati berdiri nih.

Mo cari kerjaan gak punya koneksi, mo cari proyek biasanya tiga bulan sekali, mo ngrusakin motor udah ada layanan service n asuransi. Ahhh terserahlah mo ngapain kek yang penting isi waktu biar libur nggak ngluyur n jadi ngawur.

Nih dia napa bingung? Banyak orang yang kekurangan waktu, Gue kok kehabisan waktu untuk ngapain. Bisa ditendang sama yang buat waktu. kapok.

Kalo mau yang santai, jalan-jalan, atau malas-malasan di rumah untuk menghabiskan waktu liburan. Bagi bubuhan gaul yang serius, bisa bantu ortu, kerja sampingan, bahkan ada yang belajar lebih giat untuk memperdalam pengetahuan spesialisasi. Ada juga yang buat acara khusus liburan, seperti: camping, study tour, magang, ikut pelatihan or kursus, and etc...etc. Kebanyakan bubuhan gaul yang serius ini nih, jadi orang-orang yang sukses liburannya. Napa? Because udah siap-siap liburan sebelum waktu libur. (Lho bukannya liburan itu maunya nyantai, kok malah disiapin?) Bukan hanya seneng libur tapi gedubrrrraaak waktu libur datang aku ngapain gih? Jadilah pengangguran beneran selama sebulan.

Biar liburan kita ada asilnya ikuti beberapa hal berikut ini:

1. Coba instrospeksi diri, apa sih kekuranganmu selama ini? Dalam bidang apa yang sekiranya masih kedodoran. Example: pelajaran, skill (keterampilan---tahu?), keuangan, pengalaman, bahasa, etc n etc. Kalo kamu gak tahu kekurangan dirimu, beh! kamu jadi orang hebat karena kamu jadi orang super ... jeblok. Ngaca dong.
2. Cari info gimana meng-up grade kekuranganmu itu. Kepada siapa, di mana, dst. Tanya ke teman, kerabat, handai tolan., koran, majalah, internet, apa aja. Jieeh.
3. Tetapkan prioritas sesuai minatmu untuk mengisi liburan. Biasanya di luaran banyakl sekali paket liburan yang ditawarkan. Kalo gak diprioritaskan kalian bisa ngaco asal ikut paketnya, gak sesuai target hasilnya.
4. Ngiter-ngiter cari tempat yang pas sesuai minat dan keinginanmu tentang apa yang pengen di-up grade.
5. Jangan lupa sesuaikan dengan persiapan anggaran belanjamu. Nah bagi yang pengen kerja, khan perlu modal untuk transport n konsumsi. Kecuali bisa kerja di tempat nyokap, sodara ato hubungan nepotisme yang lain. Modal ditanggung, man! Alias gratiss!
6. Cari info juga tentang isi paket liburan itu, bagaimana seluk-beluknya, apa yang perlu disiapin, kapan waktu mulai n berakhir, yang utama cocok gak dengan tujuan kamu. Nah urutan no. 1 – 6 ini kalo bisa sebelum waktu liburan datang sudah dapat. Jadi pas liburan tinggal ikuti urutan berikutnya.
7. Kalo sudah siap, daftarin diri, persiapkan segala amunisi, Hurrah, liburan datang! Syukur-syukur urutan ini juga sudah siap saat menjelang libur. Jadiii...

Tinggal berangkat dengan tenang ke alam liburan yang telah dipersiapkan. Selamat! Bubuhan gaul gak perlu lagi diucapin: Turut Berduka Cita Atas Datangnya Liburan Tahun Ini, karena kamu tidak mempersiapkan diri!

Belajar Mandiri

Beberapa saat belajar telah kita lalui, di sini mungkin kita telah bisa menyesuaikan diri. Semoga motivasi belajar tidak kendor menghadapi pelajaran dan latihan yang ada. Juga kondisi sekolah yang berbeda. Dengan tekad yang kuat dilandasi niat yang ikhlas nan suci, insya Allah akan dikabulkan do’a-do’a hambanya yang terus berusaha. (khan do’anya tidak hanya mau ujian saja? Tull…nggak?)

Tekad yang kuat ni diwujudkan dengan usaha yang keras dengan belajar yang intensif, terus menerus dan terpadu. Yahh kayak pemusatan latihan gitu,. Hingga nantinya siap tempur (kayak perang beneran aja!) menghadapi soal-soal test. Pepatah mengatakan:

“Hadapilah latihan bagaikan pertempuran yang sebenarnya, dan anggaplah pertempuran bagai latihan biasa saja”. Untuk itu kita dituntut siap setiap saat menghadapi tantangan.

Berawal dari diri sendiri, niat, semangat dan kepercayaan diri yang bersandar pada keyakinan akan pertolongan Allah, akan mendukung keberhasilan semua amal usaha kita di hari nanti, Insya Allah.

Tuh, ingatkan peringatan Allah SWT dalam Al Qur’an:

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. ( QS Ar-Ra’ad: 11) [Mei, 1994]

Ulangan Lagi-Ulangan Lagi

Ulangan Lagi. Ulangan Lagi. Eh oh ada yang ngeluh juga…. Ujian lagi. Ujian lagi. (sekarang bukan disebut Ulangan Harian tapi Ujian Kompetensi Dasar alias UKD) Kenapa sih kok harus ada ujian segala. Memang kalau gak pake ujian gak bisa apa? Truzz ujiannya susah lagi. Sambil menggerutu, tapi tetap aja bawa buku ke mana-mana sambil komat-kamit. (maksudnya ngemut permen karet gitcu…Bukan ngapalin pelajaran) Truzz kenapa harus bawa buku segala? Biar dianggap belajar oleh ortu. Kan gak kena marah Yeee… emang belajar kalo dimarahi aja.

Truzz gimana dong biar gak ngeluh. Truzz …truzz… kanan.. kanan.. kiri.. kiri (emang tukang parkir). Yah emang masih jadi pelajar. Tugas utamanya kan belajar. Belajar apa saja yang baik untuk bekal di hari nanti, yang utama bekal akhirat lho. Memang hidup ini dari buaian hingga ke liang lahat harus belajar. Ini katanya orang barat sono disebut Long Life Education ato kate orang Arab Tarbiyah Madal Hayah (eh betul gak ya).

Ingat gak waktu kamu masih bayi. (Yee udah gede gini manna ingat masih bayi yang suka ngompol itu…ah jadi malu J) Belajar gerak, tengkurap … merangkak kemudian jalan. Nah saat merangkak ini nih kan pastinya pernah terjatuh, terguling, terhantuk dinding, terpeleset lantai, etc, but kita gak ngeluh. Teruuuzzz aja merangkak… merangkak… berjalan tertatih-tatih hingga bisa berjalan tegap seperti kamu sekarang yang gagah-gagah en cantik-cantik. Tapi gak kapok kan? Paling hanya menangis panggil mama… mama…. mama… Waktu terguling, terhantuk, terjatuh, terpeleset itulah ujian yang harus kamu lalui. Hingga kamu bisa tegap berdiri kemudian berlari…

Begitulah ujian. Ujian itu sudah sunatullah. Sudah digariskan kepada semua hambaNya. Lihat tuh Firman Allah SWT yang artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu kembali.” (QS Al Anbiyaa’: 35)

Jelaslah kalo kita itu pasti diuji oleh Allah SWT dengan keburukan dan kebaikan atau kesusahan dan kesenangan yang dicobakan kepada kita. Makanya gak usah ngeluh and kapok. Lakoni aja dengan usaha sebaik-baiknya and tawakal kepada-Nya. Yang jelas ujian juga sesuai dengan batas kemampuan manusia. Benarkan: Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS Al Baqarah: 286)



Manfaat Ujian

But napa sih harus ada ujian segala? Coba deh buka-buka beberapa ayat Qur’an, diantaranya kita bisa tahu beberapa maksud Allah memberikan ujian kepada manusia.

1. Agar mengetahui yang benar dan dusta

Yakin gak kita terhadap ilmu yang kita miliki dan juga kita peroleh dengan benar? Kalo memang udah yakin napa takut ujian? Kalo gak yakin akan bantuan Allah, pasti dah termasuk golongan yang dusta.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: “Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS Al ‘Ankabuut: 2-3)

Neh, kapan lagi kita dianggap bisa, kalo kita tidak pernah dites sesuai ukuran yang ditentukan.

2. Siapa yang bersyukur

Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang yang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah diantara kita yang diberi anugerah oleh Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?” (QS Al An’aam: 53)

3. Siapa yang berjihad dan bersabar

Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.(QS Muhammad: 31)

4. Siapa yang bersabar dan bertakwa

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak dan menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS Ali Imran: 186)

5. Siapa yang lebih baik amalnya

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (QS Al Mulk: 2)



Sikap orang yang dapat ujian

1. Bila ujian itu datang pada kita, banyak-banyak memuji Allah, memanjatkan do’a serendah-rendah diri kita di hadapan Allah SWT serta bertaubat akan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. “Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Rabbnya lalau menyungkur sujud dan bertaubat” (QS Shaad: 24)

2. Berusaha secara sungguh-sungguh dengan segala daya upaya. (Pastinya ini dengan cara yang benar dan halal lho). Untuk berhasil keluar dari ujian tersebut dengan sebaik-baiknya. “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ar Ra’d: 11)

3. Menggantungkan dan mengembalikan seluruh usaha kita kepada Allah SWT. Setelah berusaha dengan sebaik-baiknya tinggal kita serahkan kepada Allah.

“Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun” (yang artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali) (QS al Baqarah: 156)

Ini nih, kalo sudah diserahkan hasilnya kepada Allah. Kalo hasilnya tidak memuaskan, tidak menggerutu, ngomel apalagi menyalahkan orang lain atau lebih dari itu. Dan jika dapat nilai bagus, kita kembali bersyukur. Nah, kalau menganggap nilai bagus itu juga merupakan ujian dari Allah, maka kita pun mengucapkan ungkapan serupa. Sehingga mengembalikan ujian dan cobaan itu semua datangnya dari Allah dan kembali kepada Allah SWT. Ya enggak?

4. Jika keberhasilan telah datang dan bantuan Allah itu berpihak padamu, maka sikap bertasbih, memuji Allah dan mohon ampun itu lebih baik bagi kita. “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya,. Sesungguhnya Dia adalah penerima taubat”. (QS An Nahsr: 1-3)

5. Dapat nilai bagus pun itu juga ujian dari Allah. Makanya kamu gak boleh gede kepala setelah dapat nilai bagus. “Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Az Zumar: 49)

Biar ujian kamu berhasil, persiapkan dengan sekuat tenaga dan dengan cara yang dibenarkan. Ada motto yang patut ditiru, anggaplah latihan itu sebagai perang beneran dan anggaplah perang itu sebagaimana latihan. And ujian anggaplah sebagaimana kamu belajar biasa-biasa saja. Tentunya setelah kamu sungguh-sungguh belajar sebelumnya.

Ingat tuh ayat al-Qur’an tadi, “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ar Ra’d: 11) Insya Allah kamu berhasil!!!

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah: Tabi’it Tabi’in Terakhir

“Kak Ihsan mau ke mana? Pagi-pagi kok tidak siap-siap ke sekolah seperti biasanya”, tanya Iman kepada kakaknya.
“Hari ini ada kunjungan ke Pesantren Ibnul Qayyim di kilo”, jawab Ihsan.
“Wah, saya minta oleh-olehnya ya Kak?”, rengek Iman.
“Ya, nanti saya ceritakan apa yang saya peroleh dari sana”, jawab Ihsan.
“Ya iyalah, Kak… Masa saya minta oleh-oleh pizza dari sana?”, kata Iman sambil bercanda.

Malamnya Ihsan menepati janjinya kepada Iman. Ia menceritakan oleh-oleh berkunjung ke Pesantren Ibnul Qayyim. Ketika asyik bercerita, Iman menyela lagi, “Siapa sih kak Ibnu Qayyim itu?”
“Pertanyaan ini jadi cerita besok aja ya, Man?”, Ihsan menggoda.
“Tidak Kak. Harus hari ini”, tampik Iman.
“Ya, sudah. Kalau ada kekurangan ceritanya dilanjutkan aja lain waktu”, kata Ihsan.
“Tidak apa-apa Kak”, jawab Iman.

“Dimulai ya… Ibnul Qayyim Al Jauziyah, begitulah beliau sering dipanggil. Nama aslinya adalah Muhammad bin Abi Bakr bin Sa’ad bin Qariz Az Zur’i Ad Dimisyqi. Beliau diberi julukan Syamsuddin yang artinya matahari agama. Nama kunyah (alias) beliau Abu Abdillah. Dikenal dengan nama Ibnul Qoyyim Al Jauziyah. Nama Al Jauziyyah adalah nama madrasah (sekolahan) dimana dahulu ayahnya menjadi Qoyyim (kepala) di madrasah itu”, kata Ihsan memulai cerita.

“Ibnul Qayyim diakui para ulama sebagai tabi’it tabi’in yang terakhir berdasarkan keilmuan dan jihad beliau. Karena dianggap, setelah itu sampai sekarang tidak ada ahli ilmu yang sekaligus bisa mempraktekkan dalam kehidupan amal dan jihadnya seperti beliau dan para pendahulu Islam ini”, terang Ihsan.
“Kak, tabi’it tabi’in itu apa sih?”, Tanya Iman lagi.
“Kamu tahu sahabat Rasul kan?”, Ihsan membalik pertanyaan ke Iman.
“Tahu, Sahabat Rasul adalah orang yang sering bertemu dengan Rasulullah SAW juga menuntut ilmu dari Rasul dan mengamalkan ilmunya”, jawab Iman cepat.
“Nah, tabi’in ini adalah orang-orang yang tidak lagi bertemu Rasulullah SAW, tapi sering bertemu dengan sahabat Rasululullah SAW. Sedangkan tabi’it tabi’in adalah orang yang sering bertemu dengan tabi’in tadi untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya. Gitu”, jawab Ihsan.

“Jadi Ibnul Qayyim ini adalah orang yang ‘I’tiba’ (mengikuti) ajaran Rasulullah SAW secara utuh setelah sahabat dan tabi’in walaupun tidak bertemu langsung dengan Rasulullah. Gitu ya Kak?”, kata Iman ingin menegaskan.
“Iya. Ibnul Qayyim itu paling tidak sudah tiga tingkatan setelah Rasulullah”, kata Ihsan lagi.

“Ibnul Qayyim lahir tanggl 7 Shaffar 691 H atau 4 Februari 1292 M di kampung Zara' dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Damsyq (Damaskus), Suriah”, kata Ihsan.
“Selanjutnya, Ibnul Qayyim adalah seorang imam, hafidz, pentahqiq, ahli ushul, ahli agama, ahli bahasa, pemilik pena yang tajam, dan penulis banyak karya yang berkualitas. Kitab-kitabnya masih bisa kita baca dan menjadi rujukan dan semua bidang ilmu. Kitab-kitab yang sering dibaca sampai sekarang diantaranya: Mada Rijus Salikin, Al Fawa'id, Kitabur Roh, Zaadul Ma'ad, dan masih banyak lagi. Paling tidak kamu pernah dengarkan nama-nama kitab itu”, tanya Ihsan kepada Iman.
“Pernah, Kak. Kitabur Ruh. Kitab itu pernah dibawa oleh guru ngaji saya di mushalla waktu cerita tentang ruh”, jawab Iman.
”Dari ayahnya, Ibnu Qayyim belajar ilmu faraidl karena sang ayah memang sangat menonjol dalam ilmu itu. Diantara guru-guru Ibn Qayyim adalah Ibn Abd al Daim, Isa al Mutha`im, al Qadhi Taqy al Din ibn Sulaiman, Ibn Al Syaraazy, al Syahab al Naabalasy al `Abir, Isma`il ibn Maktum, Fatimah binti Jauhar dan masih banyak lagi yang lainnya.
Selain itu, dia belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab Al-Mulakhkhas li Abil Balqa', kitab Al-Jurjaniyah, juga sebagian besar kitab Al-kafiyah was Syafiyah. Kepada Syaikh Majduddin at-Tunisi dia belajar satu bagian dari kitab Al-Muqarrib li Ibni Ushfur.
Berguru ilmu ushul fikih kepada al Shafy al Hindy. Mendalami ilmu fiqih kepada al Majd al Haraany al Taqy al Din ibn Taimiyyah yang banyak membentuk sistem berfikirnya. Ibnul Qayyim juga banyak sekali menyerap ilmu dari gurunya yang disebut terakhir, bahkan selalu menyertai gurunya tersebut sampai dia menutup mata untuk yang terakhir kalinya.
Al Hafidz Ibn Hajar Al Asqalany berkata, Andaikata Syaikh Ibnu Taimiyyah tidak memiliki riwayat hidup lain kecuali hanya muridnya yang satu ini yaitu Ibnul Qayyim, pasti hal ini sudah cukup untuk menunjukkan keagungan dan kedudukannya.
Berkat pendidikan intensif yang diberikan orangtuanya, Ibnul Qayyim pun tumbuh menjadi seorang yang dalam dan luas pengetahuan serta wawasannya. Terlebih ketika itu, bidang keilmuan sedang mengalami masa jaya dan para ulama pun masih hidup”, papar Ihsan panjang lebar.
“Jadi, Ibnul Qayyim itu murid yang rajin menuntut ilmu dong, Kak?”, tanya Iman lagi.
“Ya, tidak hanya menuntut ilmu, tapi juga mengamalkannya dalam jihad”, jawab Ihsan.
“Apa buktinya, Kak?”, tanya Iman lagi.
“Beliau hidup di masa bergelombangnya fitnah-fitnah dan tersebarnya ujian-ujian terhadap Islam. Mulai fitnah Tatar sampai fitnah Syiah, juga fitnah tersebarnya mazhab Asy'ariyah yang menyimpang dan lain-lainnya. Beliau turun di setiap medan bagai tentara berkuda yang besar dengan membawa pedang, pena, dan mata lembing. Beliau menulis, berjihad, dan membela.
Beliau berguru dan menemani Ibnu Taimiyyah sepanjang hidupnya, menjadi muridnya, beliau pikul beban jihad bersama guru beliau, menolong madzhabnya, dan beliau bawa bendera jihad sesudah kematian guru beliau Ibnu Taimiyyah pada tahun 728 H.
Beliau berdua seakan tak terpisahkan. Keduanya pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Beliau pernah diikat di sebuah batang pohon kurma setelah merasakan siksaan dan diseret dengan unta sambil dicambuk dengan cemeti besi. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara. Disela-sela penahanan atas diri beliau, beliau lebih sering untuk membaca al Qur`an, bertadabbur dan berfikir yang menyebabkan Allah membukakan banyak kebaikan dan ilmu yang luas bagi beliau.”, jelas Ihsan.
“Hebat sekali ya Kak, cobaan yang beliau hadapi. Tapi apa yang Kakak tahu tentang keilmuan beliau yang lain selain ilmu agama?”, tanya Iman menyelidik.
“Kalau beliau itu sebagai ahli agama dan penulis buku, kamu sudah tahu. Beliau juga mengajar di Madrasah Shadriyyah sekaligus sebagai pimpinan Madrasah al Jauziyah dalam kurun waktu yang lama, dimana tempat ayah beliau menjadi pimpinan dahulu. Kamu juga tahu kalau Ibnul Qayyim juga ahli perang di medan jihad.
Pada salah satu bukunya, detail tentang peperangan itu menjelaskan tentang pedang, baik ukurannya, bentuknya, cara pegangnya, cara merawatnya, bahkan sampai menyarungkannya pun beliau tulis. Begitu juga untuk unta dan keledai. Beliau tulis detail sekali.
Sampai-sampai penerjemah buku tentang perang itu mengatakan begitu luas ilmu yang diamalkan beliau, sampai hal-hal sekecil itu beliau tulis. Berarti beliau bukan hanya penulis buku. Tapi tahu persis situasi dan detail apa yang diperlukan dalam peperangan dan strateginya”, papar Ihsan bersemangat.
“Masih ada lagi, beliau juga ahli pengobatan”, pancing Ihsan.“Wah, masa iya Kak?”, tanya Iman semakin penasaran.
“Coba cari bukunya yang berjudul Ath Thibbun Nabi tentang metode pengobatan Nabi. Nah, berarti beliau kan juga ahli pengobatan. Dan masih banyak lagi keahlian beliau. Bahkan tentang nyanyian dan ramalan bintang”, lanjut Ihsan.
“Ada lagi Kak?”, rajuk Iman penasaran.“Sudah ya Man. Ditutup aja dulu. Gini… cerita akhirnya. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, wafat pada malam Kamis, tanggal 13 Rajab tahun 751 Hijriyah. Setelah dishalatkan keesokan harinya usai shalat Dzuhur di Masjid Jami Besar Dimasyq (Al-Jami Al-Umawi), ulama ini dikuburkan di tanah pekuburan Al-Babus Shaghir diantara pekuburan keluarganya. Begitu kisah hidup beliau ini”, lanjut Ihsan.
“Sudah Man. Sudah malam. Siap-siap tidur’, kata Ihsan mengakhiri.“Iya Kak. Terima kasih”, jawab Iman.

AL-AZHAR: TETAP TEGAR SEPANJANG ZAMAN

Musim haji sudah usai. Paman Hisyam, nenek Hishmah dan kakek Wahab baru datang dari tanah suci. Fatma ingin dekat dengan Paman Hisyam, karena memang sudah lama ia tidak bertemu. Mereka saling bercerita melepas rasa kangen.
Paman Hisyam adalah mahasiswa Al-Azhar. Kata Paman Hisyam, ia setelah menunaikan haji bersama, sekalian pulang ke tanah air, mengantarkan nenek dan kakek.
Fatma penasaran sekali ingin mendengar cerita tentang tempat Paman Hisyam menuntut ilmu tersebut.

“Ceritakan dong, Paman tempat Paman belajar itu,” rengek Fatma.
“Ya. Saya mulai, asal kamu perhatikan, ya”, kata Paman Hisyam.
“Al-Azhar adalah lembaga waqaf yang didirikan pada masa bani Fathimiyah oleh Panglima Jauhur Ash-Shiqili. Al-Azhar dibangun sejak 29 Jumadil Ula 359 H/970 M berupa masjid. Digunakan untuk sholat Jumat bersama pada tanggal 7 Ramadhan 361 H. Berarti sudah berapa tahun Al-Azhar berdiri sampai sekarang?”, kata Paman Hisyam.
Karena sibuk mendengarkan, Fatma kaget. “Apa Paman?”, Tanya Fatma memperjelas.
“Sekarang kurang lebih berusia 1070 tahun. Lama kan?”, jelas Paman Hisyam. Makanya mendengarkan cerita tidak boleh sambil bengong”, kata Paman.

“Pendirian masjid ini awalnya dilakukan oleh Panglima ‘Amru bin ‘Ash ketika menguasai Mesir. Atas perintah Khalifah Umar, Panglima ‘Amru mendirikan masjid pertama di Afrika yang kemudian dinamakan masjid ‘Amru bin Ash di kota Fushthat, sekaligus menjadi pusat pemerintahan Islam Mesir ketika itu, selanjutnya dimasa dinasti Abbasiyah ibukota pemerintahan ini berpindah lagi ke kota yang disebut Al-Qotho’i dan ditandai dengan pembangunan masjid bernama Ahmad bin Tholun.”

“Sudah menjadi suatu kaedah tak tertulis bahwa peradaban Islam di suatu daerah selalu dikaitkan dengan peran masjid jami’ (masjid negara) dikawasan tersebut. Hal ini mungkin diilhami dari kerja nyata Rasulallah SAW. Ketika hijrah ke Madinah. Tugas pertama yang beliau lakukan adalah membangun Masjid Nabawi. Ini menandakan peran masjid yang tidak hanya terbatas pada kegiatan rituan semata. Tapi lebih dari itu, masjid adalah sentral pemerintahan Islam, sarana pendidikan, mahkamah, tempat mengeluarkan fatwa, dan sebagainya”, lanjut Paman Hisyam.

Kemudian…
“Tiba era Daulah Fathimiyyah (358 H./969 M.) ibukota Mesir berpindah ke daerah baru atas perintah Khalifah Al-Mu’iz li Dinillah yang menugasi panglimanya, Jauhar Ash shiqilli, untuk membangun pusat pemerintahan. Setelah melalui tahap pembangunan daerah ini dinamai kota Al-Qohirah.”
“Nah, pada masa khalifah Al Aziz billah, sekeliling Jami’ Al-Qohirah dibangun beberapa istana yang disebut Al Qushur Az Zahirah. Istana-istana ini sebagian besar berada disebelah timur (kini sebelah barat masjid Husein), sedangkan beberapa sisanya yang kecil disebelah barat (dekat masjid Al Azhar sekarang), kedua istana dipisahkan oleh sebuah taman nan indah. Keseluruhan daerah ini dikenal dengan sebutan “Madinatul Fatimiyyin Al-Mulukiyyah”. Kondisi sekitar yang begitu indah bercahaya ini mendorong orang menyebut Jami’ Al-Qohirah dengan sebutan baru, Jami’ Al Azhar . Gitu Fatma…”, lanjut Paman Hisyam.

“Dinamakan Al-Azhar berasal dari kata Zahra’ yang berarti bersinar, bercahaya, berkilauan; karena Al-Azhar banyak ilmuwan dan ulama internasional. Pada abad ke-9 H muncul ilmuwan, seperti Ibnu Khaldum, Al-Farisi, As-Suyuthi, Abdul Latif Al-Baghdadi, Al-Magrizi dan lain-lain yang telah mewariskan ensiklolopedi Islam dan arab”, terang Paman Hisyam lagi.
“Pada abad pertengahan masehi, Al-Azhar jadi benteng ummat Islam untuk melawan penguasaan dan penjajahan bangsa Eropa, baik Nasrani maupun Yahudi. Ini mewarisi perilaku Shalahuddin Al-Ayyubi di 1171 M, yang mampu merebut kembali Masjidil Aqsha di Palestina ke dalam pangkuan Islam”, jelas Paman Hisyam.
“Wah seru sekali cerita Paman ini”, kata Fatma memperhatikan.

“Pada pertengahan abad ke XX, di Azhar mulai mempelajari sistem penelitian yang dilakukan universitas di barat, dengan mengirim alumni-alumni terbaiknya belajar di Eropa dan Amerika. Tujuanya adalah untuk mengikuti perkembangan ilmiah di tingkat internasional sekaligus upaya perbandingan dan pengukuhan Islam yang benar. Pembenahan ini tidak lepas dari jasa Syekh Muhammad Abduh (1849–1905 M) yang mengusulkan perbaikan sistem pendidikan Al-Azhar dengan memasukan Ilmu-ilmu moderen ke dalam kurikulumnya. Seperti fisika, Ilmu Pasti, Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah. Tadinya pendidikan di Al-Azhar ini dengan sistem tradisional”.

“Paman, bagaimana caranya kok bisa bertahan lama?”, tanya Fatma ingin tahu.
“Wah, Al-Azhar ini selain dibantu oleh khalifah pada masa itu, juga keuangannya dari orang-orang kaya yang ada dan dukumpulkan. Pernah lho kas Al-Azhar ini sampai sepertiga dari keuangan negeri Mesir. Hebatkan?”, seru Paman Hisyam.
“Sekarang Al Azhar mempunyai rumah sakit Universitas: Husein Hospital, Zahra’ Hospital, dan Bab el Sya’riah Hospital. Lembaga pendidikan Dasar dan Menengah (Al Ma’ahid A Azhariyah). Biro Kebudayaan dan missi Islam (Idarah Ats-tsaqofah wal Bu’uts Al Islamiyah). Majlis tinggi Al Azhar (Al Majlis Al A’la Lil Azhar) Lembaga Riset Islam (Majma’ Al Buhuts Al Islamiyah). Hai’ah Ighatsah Al Islamiyah. Hebatkan…?,” terang Paman Hisyam.

“Nah, sejak mula berdirinya, studi Al Azhar selalu terbuka untuk semua pelajar dari seluruh dunia, hingga kini Universitas Al Azhar memiliki lebih dari 50 Fakultas yang tersebar diseluruh pelosok Mesir dengan jumlah mahasiswa/i melebihi angka 200 ribu orang. Itulah potret Al Azhar yang tetap tegar hingga sekarang’, tutup Paman Hisyam menyelesaikan penjelasannya.

“Terima kasih Paman. Nanti bisa saya sampaikan cerita ini ke teman-teman di sekolah”, kata Fatma menutup pembicaraan.