Pada saat pergantian tahun, bisa jadi pergantian pekerjaan, bagi seorang guru, tidak mungkin untuk berganti pekerjaan lain selain keluar daeri institusinya. Namun pergantian pekerjaan ini juga bisa jadi pergantian tanggung jawab dalam mengampu mata pelajaran atau kelas yang ada. Sama seperti pada pergantian pekerjaan di tempat-tempat lain, setiap tahun harus deg-degan siapa yang harus mengampu pelajaran tertentu, di kelas berapa atau berpartner dengan siapa dan lainnya. Apakah siswa saya baik-baik atau tidak? Itu semua menjadi pertanyaantersendiri dan menjadi tabntangan selanjutnya.
Guru yang tadinya mengampu pelajaran matematika umpamanya, bisa jadi karena latar belakangnya yang punya pengalaman olah raga dan sekolah tersebut kekurangan guru olah raga, maka ia harus merangakap mata pelajaran matematika dan olah raga. Apalagi jelas, jika jam pelajarannya tidak memenuhi 24 jam setiap pekannya. Begitu juga tadinya mengajar di kelas lima dengan bobot resiko yang relatif kecil, ternyata ditempatkan di kelas 6 yang harus ditarget dengan UNAS dan kelulusan atau bahkan harus mengajar kelas 1 yang harus penuh ketelatenan dan penuh bimbingan. Inilah yang menjadi tantangan dan persiapan setiap tahuunya.
Dari kondisi seperti ini perlu mempertimbangkan jumlah guru, kemampuan guru, jumlah guru, jumlah kelas dan kemampuan guru dalam mengampu mata pelajaran itu sendiri. Pada intinya perlu Manajemen SDM di sekolah itu. Namun, bagi pimpinan atau kepala sekolah atau pengawas, dalam hal ini untuk mengatur formasi guru itu tidak mudah. Bisa jadi ada yang "dikorbankan" atau harus "berkorban" karena keadaan dan kebutuhan yang ada di sekolah. Bisa jadi Manajemen SDM di sekolah ini menjadi hambatan tersendiri terhadap keharmonisan hubungan antar guru dan guru dengan pimpinan sekolah. Untuk itulah pimpinan sekolah perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum memutuskan mengatur formasi setiap tahunnya.
Pertama; karir guru. Rancangan pribadi guru tersebut akan diproyeksikan menjadi apa dan sesuai dengan jenjang dasar pendidikannya. Juga ia harus mengembangkan karir berdasarkan potensi dan kemampuannya, bahkan kecenderungan kerja guru tersebut yang mengarah kepada proyeksi karir tersebut. Dalam hal ini jangan sampai hanya untuk uji coba saja setiap tahunnya. Karena penempatan ini bisa jadi merupakan promosi jabatan atau bisa jadi merupakan "hukuman" karena prestasinya selama ini.
Kedua; tempat rujukan. Setiap guru punya kecenderungan masing-masing terhadap bidang tertentu. Sehingga guru itu akan mendalami bidang-bidang ilmu yang lebih mendalam dibandingkan guru yang lainnya. Guru adalah tempat rujukan bagi murid-muridnya terhadap bidang yang ditekuni oleh guru tersebut. Jika murid ada yang mendapatkan problem di bidang tertentu ia akan menanyakan dan merujuk kepada guru yang dianggapnya tahu. Wajar jika siswa merujuk kepada guru yang dianggapnya mampu berdasarkan bidang studi atau mata pelajaran yang diampunya. Bayangkan jika mata pelajaran yang diampu harus berubah-ubah siapa yang harus dijadikan rujukan oleh para siswa?
Ketiga, asap dapur. Bagaimana finansial guru tersebut jika dipindahtugaskan? Jika seorang guru sudah mengampu mata pelajaran tertentu, maka ia akan berusaha untuk mengambangkan mata pelajaran tersebut baik di dalam sekolah sendiri maupun di luar sekolah. Secara otomatis ia akan dianggap mampu pada mata pelajaran tersebut. Bisa jadi ia mengembangkannya dengan menjadi guru privat di rumah atau bimbingan belajar. Ini menjadi potensi pendapatan bagi gurunya. Bisa jadi ia menulis buku, konsultan pendidikan, dan lainnya yang tergantung dengan mata pelajaran yang diampunya di sekolah tempat ia mengajar.
Melihat kondisi itu bisakan para pimpinan sekolah atau pengawas mempertimbangakan berbagai segi untuk menempatkan formasi itu?