Spiga

Hari Yang Penuh Dosa

Hari itu saya berantem dengan adik. Saya marah karena adik saya menjahilin saya. Jadi saya marah besar. Saya memukul adik saya. Akhirnya saya ingat kepada Allah swt, dan saya diam. Saya istighfar dan adik saya akhirnya juga diam.
Beberapa hari berikutnya saya juga pernah memubazirkan makanan. Waktu itu saya sedang nonton tv. Siarannya lagi bagus-bagunya. Mbak saya memanggil saya untuk makan. Saya pergi ke meja makan.
Saya mengambil nasi kebanyakan. Saat makan saya sudah kenyang dan nonton tv kembali. Padahal nasinya masih banyak. Saat nonton saya ingat, tadi saya tidak menghabiskan nasinya. Jadi saya kembali ke meja makan. Ternyata nasinya sudah dibuang.
Akhirnya saya istighfar karena saya sudah meubazirkan makanan. Saya berdo’a dan minta maaf kepada Alalh swt. Ya Allah… maafkanlah hambamu ini. Karena say telah memubazirkan makanan. Saya akan menjadikan ini pengalaman dan tidak akan mengualngi lagi. Ampunilah dosa hambamu ini Ya Allah… Amiin.

Banjir Itu Datang Lagi

Banjir itu datang lagi. Tilam tempat tidur Irvan mengambang. Tidak terasa air telah membasahi kaki Irvan. Irvan terbangun dan langsung mengangkat barang-barang di sekitarnya yang sudah mengambang. Air telah memenuhi lantai bawah rumahnya. Ia menyelamatkan apa saja yang bisa ia bawa ke lantai atas keluarganya Sementara hujan di luar bertambah deras.
Tiba-tiba, Braaakkk….!!! Pagar beton pembatas rumahnya dengan tetangga sebelah runtuh. Air begitu cepat masuk rumah Irvan hingga setinggi dada orang tua. Irvan secepatnya naik ke lantai atas. Ia tidak bisa menyelamatkan banyak barang yang ada di lantai bawah. Kompor minyaknya tumpah, air septic tank meluap, sepatu, sandal dan piring makanan berserakan di lantai bawah bercampur dengan Lumpur dan air yang menggulung.
Ia tidak menyadari, di luar rumahnya…. Di rumah tetangganya ada seorang kakek yang sudah renta dan sudah tidak berjalan lagi. Ia kaget hingga mulai merasakan nyeri di seluruh tubuhnya. Ditambah dengan naiknya dengan cepat air yang mulai membasahi tubuhnya. Kakek itu hanya ditemani oleh seorang anak seumur dengannya yang bernama Rangga. Rangga hanya bisa teriak minta tolong,
“Toloong… Tolong… Tolong…” teriak Rangga.
Irvan mendengar teriakan Rangga. Ia pun sadar akan kesulitan Rangga. Ia langsung memberi tahu ayahnya untuk memberi tahukan kepada orang-orang yang tidak terkena banjir, sedang ia sendiri langsung melompat dari lantai atas dan berenang melawan airus yang deras itu. Ia berusaha menolong Rangga dan kakeknya. Tidak lama kemudian datang beberapa orang untuk bersama-sama mendobrak rumah kakek bersama Rangga, karena rumahnya tadi dikunci dan susah dibuka sedangkan airnya sudah menutupi pintu. Dengan susah payah akhirnya kakek Rangga diangkat dan diselamatkan, kemudian dibawa ke rumah penduduk terdekat yang tidak terkena banjir.
Malam itu Irvan dan keluarganya tidak bisa tidur lagi. Ia berjaga-jaga sekiranya banjir menjadi lebih besar lagi atau bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tadi. Begitu juga dengan tetangga-tetangga Irvan yang terkena banjir. Irvan sendiri, walaupun ngantuk, tetap ia tahan. Dan bila sangat ngantuk, ia hanya bisa tertidur terduduk di atas kursi di lantai atas yang sempit. Itupun dengan baju yang masih basah di sana-sini, sedang yang lainnya kering di badan dengan sendirinya. Irvan sudah melupakan Rangga dan kakeknya yang sudah diurus oleh para tetangganya.
Paginya, air di luar sudah surut. Namun di dalam rumah masih tergenang di sana-sini. Secepatnya Irvan membuka pintu dan kolong-kolong penutup selokan. Lumpur mengendap di wadah-wadah yang menampung air. Juga menempel di dinding dan barang-barang yang tidak terapung. Pagi itu ia harus membersihkan barang-barang yang masih bisa terselamatkan dan lantai bawah rumahnya harus dipel.
Sementara di luar, Lumpur memenuhi jalan-jalan. Sampah berserakan di mana-mana. Botol-botol plastic menggunung di sekitar selokan. Selokan sendiri penuh dengan Lumpur bercampur sampah.