Spiga

AL-KHANSA: PENYAIR ULUNG DAN PEJUANG MUSLIMAH

“Wafa, kamu ngapain kok bicara sendiri. Komat-kamit gak jelas gitu?”, Tanya kak Shafa.
“Kak Shafa ini lho tega, orang sedang menghafalkan puisi kok dibilang bicara sendiri. Memang saya orang gak waras kok bicara sendiri”, jawab Wafa.

“Memang Wafa mau ikut lomba puisi apa?”, Tanya kak Shafa balik.
“Iya kak. Wafa mau ikut lomba puisi memperingati Maulid Nabi besok. Oh ya kak, memang pada zaman Nabi apa sudah ada puisi kak, kok sekarang memperingati Maulid Nabi dengan membaca puisi segala?”, Tanya Wafa ke kak Shafa.

“Ya ada. Zaman itu puisi di sebut juga syair. Bahkan syair memegang peranan penting dalam setiap kegiatan ummat. Syair digunakan untuk mengungkapkan perasaan seseorang, menceritakan keadaan seseorang atau suatu kaum, juga untuk mengabadikan suatu peristiwa yang perlu dikenang oleh manusia lain di masa yang akan datang. Syair juga digunakan untuk mengirimkan kabar kepada seseorang atau kaum tertentu. Selain itu, syair juga digunakan untuk mengenang masa sedih atau gembira di masa lalu dan mengobarkan semangat perjuangan di medan pertempuran.”, jelas kak Shafa panjang lebar.

“Kalau begitu ada dong kak, tokoh penyair pada zaman itu?”, Tanya Wafa ingin tahu.
“Ya jelas ada. Penyair yang terkenal diantaranya Hassan bin Tsabit (Lihat di postingan Setegar Shafiyyah) Salah satu penyair wanita zaman itu adalah Al-Khansa’. Al-Khansa’ ini nama panggilan yang artinya sapi betina liar”, jawab Kak Shafa.

“Ceritakan dong Kak, tentang Al-Khansa. Wafa ingin tahu nih”, Tanya Wafa merajuk.
“Iya. Iya. Mau tahu nama aslinya? Nih, nama asli Al-Khansa’ adalah Tamadhar binti ‘Amr bin Syuraid bin ‘Ushayyah as Sulamiyah. Dia adalah sahabiah mulia di hadapan Rasulullah SAW dan penyair yang sangat terkenal. Al-Khansa’ adalah wanita bijaksana dan cerdas. Semua orang mengetahui kedudukan dan keahliannya yang luar biasa dalam bersyair. Tidak ada penyair wanita yang mampu menandingi dalam melantunkan bait syair, baik masa sebelum atau sesudahnya sebagaimana disepakati para ulama”, jelas Kak Shafa.

“Berarti Al-Khansa’ pelantun dan pencipta syair dong Kak?’, Tanya Wafa lagi.
“Ya jelas. Al-Khansa’ melontarkan ratsa’ (syair sedih) tentang saudara laki-lakinya. Syair itu disebutnya Syahrah (Batu Karang). Di masa jahiliyah Al-Khansa’ terus-menrus bersedih dan berkeluh kesah meratapi perjalanan hidupnya yang sebatang kara karena ditinggal mati oleh saudara kandungnya, Shakhr. Kesedihannya itu sampai-sampai hampir merenggut nyawanya. Seandainya Islam tidak datang menyentuh kalbunya dan menyadarkan kesedihannya yang berlebihan itu.

Takdir Allah SWT menghendaki awan iman berarak di atas Al-Khansa’, lalu menumpahkan hujan keimanan di dalam dadanya. Hingga iman menyentuh lubuk hatinya yang paling dalam dan memberi denyut kehidupan hakiki kepadanya. Al-Khansa’ ikut dalam rombongan kabilahnya, Bani Sulaiman, untuk menemui Rasulullah SAW dan menyatakan keislamannya.
Namun rasa sedihnya tetap ada, Al-Khansa sedih dan menangisi perjalanan hidupnya yang pernah dilalui yang jauh dari cahaya iman dan merasa tertinggal begitu jauh dari sekian banyak kebajikan. Untuk itu Al-Khansa’ bertekad untuk mengejar ketertinggalannya dan rela mengorbankan apa saja yang dimilikinya demi membela agama yang agung ini. Akhirnya sifat Al-Khansa’ tumbuh menjadi kepribadian yang sangat kuat, berakhlak mulia, pandanganya tajam, sabar dan pemberani. Itulah titik balik kisah hidup Al-Khansa’ selanjutnya. Bahkan setelah itu Al-Khansa’ rela mempersembahkan empat orang putra kandungnya sendiri untuk meraih syahid dalam perang Qadisiyyah”, terang Kak Shafa.
“Subhanallah … Allahu Akbar… Bagaimana kisah selanjutnya Kak? Penasaran nih”, pinta Wafa lagi.

“Wah, Wafa gak sabar ya? Nah, pada saat perang Qadisiyyah diumumkan. Empat orang putra kandung Al-Khansa diutus semuanya untuk ikut berangkat membawa panji-panji Islam bersama Rasulullah. Sehari sebelum keberangkatan, keempat putranya dikumpulkan.
Al-Khansa memberikan wasiatnya: “Wahai putra-putraku, kalian semua memluk Islam dengan suka rela dan berhijrah dengan senang hati. Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian adalah keturunan dari satu ayah dan satu ibu. Aku tidak pernah merendahkan kehormatan dan merubah garis keturunan kalian. Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia yang fana ini.

Putra-putraku, sabarlah, tabahlah, bertahanlah, dan bertawakallah kepada Allah. Semoga kalian menjadi orang-orang yang beruntung. Jika kalian melihat gendering perang telah ditabuh dan api telah berkobar, maka terjunlah ke medan laga dan serbulah pusat kekuatan musuh, pasti kalian akan meraih kemenangan dan kemuliaan, di dalam kehidupan abadi dan kekal selama-lamanya”.

Demikianlah wasiat Al-Khansa’. Keesokan harinya, mereka terjun ke medan laga dengan gagah berani. Jika ada seorang diantara mereka yang semangatnya mulai surut, maka saudaranya langsung mengingatkannya dengan nasihat ibunya. Sambil mengumandangkan syair-syair ibunya sebagai penyemangat. Dengan begitu semangat terus berkobar kembali dan menyerbu musuh seperti singa mengamuk. Serangan-serangannya seperti siap melumat musuh-musuhNya. Mereka tetap berjuang dengan penuh semangat, hingga satu per satu berguguran menjadi syuhada. Sampai di akhir peperangan ummat Islam meraih kemenangan gemilang.
Saat sang Bunda, Al-Khansa’, mendengar berita kesyahidan keempat putranya, kali ini ia tidak menanpar pipi sendiri dan merobek pakaiannya sebagaimana mendengar kematian kakaknya. Melainkan menerima berita dengan penuh kesabaran dan keimanan, seperti kesabaran yang pantas dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Al-Khansa’ berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku kemuliaan dengan kesyahidan mereka. Aku berharap, Allah akan mengumpulkanku dengan mereka di tempat limpahan kasih sayangNya kelak”.

Itulah yang dialami Al-Khansa’. Al-Khansa’ wafat tahun 24 Hijriyah di masa kekhalifahan Utsman bin Affan, setelah merelakan empat putranya untuk meraih ridha Allah SWT. Bahkan seandainya Al-Khansa memiliki putra lagi, maka ia akan mempersembahkan untuk syahid di jalanNya. Al-Khansa’ begitu tulus dan tabah dengan pengorbanan besarnya itu demi meraih anugerah menjadi penghuni surga.

Karenanya Rasulullah pernah bersabda: “Siapa yang merelakan orang tiga putra kandungnya (meninggal dunia), maka dia masuk surga Seorang wanita bertanya, “Bagaimana jika hanya dua putra?” Rasulullah SAW menjawab, “Begitu juga dua putra”. (HR……)
Al-Khansa’ tidak hanya merelakan dua putra atau tuiga putra, melainkan empat putra sekaligus. Maka berbahagialah Al-Khansa' dengan pengorbananyya itu.” Jelas Kak Shafa selajutnya.
“Maha suci Allah dengan segala ciptaanya. Begitu agung kisah pengorbanan Al-Khansa’. Tapi saya masih penasaran, apa Rasulullah pernah dengar syairnya Al-Khansa’ ya Kak? Tanya Wafa sekali lagi.

“Jelas, sebagaimana ditulis oleh Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kitabnya Al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah, Nabi SAW pernah mendengarkan syair Al-Khansa’ dan mengaguminya, bahkan meminta tambah syair kepada Al-Khansa’. Makanya wajar jika syair-syair Al-Khansa’ dijadikan penyemangat dalam peperangan. Begitulah kepahlawanan Al-Khansa’ dan kepiawaiannya bersyair”, terang kak Shafa mengakhiri pembicaraan.
“Kalau gitu saya belajar sungguh-sunguh biar seperti Al-Khansa’”, kata Wafa semangat.








casino online - online casino guide to popular online casinos

2 comments:

mohdariqsalem

March 16, 2009 at 4:59 AM

hi..sila post banner saya yg baru ye..yg lama dah problem lah..boleh ambil banner kod baru kat site saya ye..sila kasi tau bila dah post ye.thnak

http://www.riqzmiecreation.com/

Anonymous

March 17, 2009 at 3:21 PM

syarir-syair indah selalu hadir menemani manusia dari zaman-ke zaman...